Hobi Desain Digital Jadi Rezeki, Karya Ludwina Tembus Polandia RADAR SEMARANG

RADARSMARANG.ID – Beberapa di antara gambar-gambar tersebut merupakan hasil karya mahasiswa sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB Undip). Ini membuktikan bahwa hobi menggambar yang sering diremehkan berpotensi menghasilkan Rs.

Ludvina Sabila Yasara dan Nuansa Arga Prasatya Utama sama-sama mengambil jurusan Sastra Indonesia di semester lima. Vina, panggilan akrab Ludwina Sabil Yasara, suka menggambar sejak kecil. Bakatnya berasal dari darah ayahnya, seorang seniman. Sedangkan ibunya adalah seorang penari.

Vina tertarik dengan desain sejak 2017. Ia mulai belajar menggambar menggunakan media digital. Setelah itu, ia mulai memperhatikan minatnya di bidang desain. Pada tahun 2020, ia mulai mendesain dengan perangkat lunak dan aplikasi di platform YouTube .

Ketertarikan Veena di bidang desain bermula dari kegemarannya melihat materi audiovisual dari sisi estetika. Ketika dia berhasil memahami arti dari pekerjaan itu, itu menenangkan harinya.

“Awalnya, ketika saya mendesain media digital, saya masih bingung. Karena tidak ada dasar di bidang komputer. Tapi lama-lama jadi terbiasa pakai software ,” kata Veena kepada Jawa Post Radar Semarang . .

Banyak desain grafis dan ilustrasi telah dilakukan sejauh ini. Ia juga mulai menerima komisi dari desain grafis hingga ilustrasi. Dalam praktiknya, peti-peti uang rupiah berhasil diperoleh.

“Saya pernah meminta klien dari Polandia untuk menjadi ilustrator kedua untuk proyek desain instalasi penerangan jalan. Dalam proyek ini, saya bertanggung jawab untuk menerjemahkan desain yang sudah ada menjadi ilustrasi berwarna ,” ujarnya bangga.

Vina ingin bergabung dengan komunitas desain di masa depan untuk meningkatkan keterampilannya. “Saya juga memiliki keinginan untuk memasuki dunia kreatif di masa depan, terutama secara profesional melalui ilustrasi dan gambar,” ujarnya.

Tak banyak, Nuansa Arga Prasetya Utama juga gemar menggambar sejak kecil. Dia biasanya menggambar di dinding dan di buku pelajaran sekolah. “Ketika saya masih kecil, saya menggambar di dinding dan di atas kertas . Biasanya saya pakai pensil,” kata seorang mahasiswa dari Undipe bernama Arga.

Namun, hingga SMA, ia tidak menyadari bahwa dirinya memiliki bakat menggambar. Ia mulai mengikuti kompetisi poster dan lukisan dinding. Dan dia mulai melukis dengan media digital saat masih duduk di bangku SMA.

Bakatnya sebagai desainer didukung oleh keluarga yang sama-sama artistik. “Tentu saja, saya terus bekerja melukis. Dukungan keluarga pertama-tama dan terutama merupakan seni. Kakak dan kakek sang arsitek juga berjiwa kreatif,” kata anak kedua dari empat bersaudara ini.

Pria berusia 20 tahun ini melukis dengan gayanya sendiri. Ia merasa lukisannya unik dan berbeda dari yang lain. “Saya menggambar tanpa terinspirasi oleh orang lain. Saya melukis dengan gaya saya sendiri,” katanya.

Warga Baven di Kabupaten Semarang ini paling susah menggambar wajah manusia. Karena terkadang karakter tidak keluar saat menggambar. Karena itulah dia selalu ingin meng- upgrade dirinya agar bisa membuat proyek digital yang lebih baik di masa depan. (mg25/mg27/mg24/mg26/usia)

Kredit:

Penerbitan surat kabar

Arif Ryanto